" WILUJENG SUMPING "

Wilujeng Sumping baraya Alumni sadayana...
Wilujeng patepung rawuh pa amprok jonghok di blog na Alumni SMPN 25 Bandung - Angkatan 1988, sumangga nyanggakeun...pamugi tiasa janten panglipur kana Qalbu pangbeberah kana manah....mugiya sakedikna tiasa ngalandongan kasonoan ka baraya baraya anu sa angkatan...

Atuh katebihna mugiya ieu blog sing janten jambatan kanggo nyambungkeun tali silaturahmi urang sadayana...Amin Ya Allohu Ya Robbal'alamiin....

Boh bilih aya kritik sareng saran kanggo ieu blog mugi ulah asa-asa sareng ulah asa kawagel mangga weh langsung dugikeun dina postingan anu tos aya, Insya Alloh ieu blog urang tetep jaga tur mugiya kapayuna pinuh ku mang rupi-rupi konten anu mangfaat...Amin...

Wassalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh...


Lailatul Qadar

Diantara keutamaan Ramadhan adalah adanya suatu malam yang disebut lailatul qadar. Secara harfiah, lailat al qadar artinya adalah malam penentuan, artinya pada malam itu ada satu keputusan sangat penting yang sangat menguntungkan bagi orang yang memperolehnya. Menurut al Quran, lailatul qadar berbobot setara dengan seribu bulan, bahkan lebih (khoirun min alfi syahr). Digambarkan bahwa pada malam itu aktifitas alam malakut sungguh luar biasa sibuknya, karena pada malam itu malaikat hilir mudik turun naik, naik ke langit membawa doa dan harapan manusia dan turun ke bumi menyampaikan keputusan Allah menyangkut berbagai perkara (min kulli amr). Digambarkan bahwa suasana super istimewa itu berlangsung pada malam itu sejak Isya hingga fajar terbit (salamun hiya hatta matla` al fajr).

Kapan malam itu terjadi ? Segala sesuatu yang bermakna tinggi pasti tidak sederhana. Ia tidak berada di tempat terbuka, tetapi tersembunyi di tempat yang pelik, oleh karena itu hanya orang yang tabah dan kuat serta sungguh-sunggguh sajalah yang berpeluang memperolehnya. Menurut sebuah hadis Nabi, lailatul qadar memang berada dalam salah satu dari 30 malam Ramadhan. Ketika didesak oleh para sahabat, Nabi menyebut waktu yakni pada malam-malam ganjil dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan (`asyr al ‘awakhir). Ketika didesak lagi Nabi menyebut waktu , yakni sekitar malam 27, 29 atau bahkan malam Idul Fitri. Apa maknanya ? artinya jika orang ingin meraih keutamaan, ia tidak boleh asal-asalan, atau mengambil jalan pintas, tetapi harus serius dari awal pekerjaan hingga akhir. Orang tidak bisa berspekulasi kita tidak usah puasa dan tarawih pada awal bulan Ramadhan, tetapi cukuplah kita sungguh-sungguh pada malam-malam ganjil di akhir bulan, khususnya malam 27, 29 dan malam Id. Bukankah lailatul qadar setara dengan seribu bulan ? Apalah artinya tidak puasa duapuluh hari pertama, kan tertutup oleh pahala lailatul qadar ?

Ibadah mengandung arti tunduk, patuh, hormat dan tahu diri, bukan akal-akalan, karena kita berhadapan dengan Allah Yang Maha Mengetahui. Ibadah itu bukan hanya pekerjaan fisik, tetapi lebih pada pekerjaan hati dan hati nurani. Khusyuknya salat misalnya tidak terjadi setiap kita menginginkan, tetapi ia merupakan buah dari ibadah yang sudah lama dikerjakan. Mengerjakan salat bisa dilakukan dadakan, tetapi mendirikan salat (iqam as salat) hanya bisa dilakukan setelah lama mengerjakannya secara konsisten. Dari konsistensi itulah terbangun suasana batin, dan dari suasana batin itulah lahir kekhusyu’an. Dari hadis Nabi dapat difahami, bahwa nikmatnya salat khusyu’ setara dengan nikmatnya bermesraan dengan wanita yang kita cintai, indah, lembut tapi bergelora, terkadang menangis. Demikian juga ibadah puasa, sekedar tidak makan minum adalah mudah,, tetapi berpuasa dari semua hal yang tidak pantas membutuhkan pengalaman dan konsistensi. Lailat al qadar adalah anugerah Allah, dan hanya orang yang layak yang dapat memperolehnya. Mereka adalah orang yang sejak awal berpuasa dengan semangat kepatuhan, kecintaan dan tahu diri. Ia bukan hanya berpuasa dari makanan, tetapi semua anggauta badanya ikut puasa dari semua yang tidak sepantasnya dikerjakan.. Kesungguhan dan konsistensi berpuasa dan didukung oleh ibadah lainnya selama duapuluh hari pertama, insya Allah bisa membawa suasana batin pelakunya pada kebersihan jiwa yang siap menerima anugerah lailat al qadar. Itulah maka lailat al qadar diisyaratkan turun pada akhir bulan Ramadhan. Wallohu a`lam bissawab.



Monday, August 01, 2011

Cinta Itu Pengorbanan

Semakin besar luka dan perih dihati maka semakin besar pula pengorbanan yang dibutuhkan. Cinta selalu membutuhkan pengorbanan untuk menerima, memaafkan dan mengembalikan pada posisi semula, menerima orang yang gagal seperti tidak pernah gagal sebelumnya. Cerita itu berawal dari seorang ibu yang menerima telpon dari seorang perempuan dengan mengatakan bahwa dirinya tidak lagi berhak atas suaminya. Setelah merebut suaminya bahkan menteror dan menghancurkan hatinya. Kehancuran hatinya justru bertekad untuk mempertahankan rumah tangga, suami dan anak-anaknya. Sebagai seorang ibu dan istri seolah mendapatkan kekuatan yang begitu besar untuk tetap menjaga dan merawat anak-anaknya. Meski hatinya pilu dan tercabik-cabik, ia tak ingin orang tuanya tahu apa yang sedang terjadi di dalam rumah tangganya. Ditengah kesibukan mencari nafkah dengan bekerja keras demi keberlangsungan hidup, ditengah kesendirian dan perjuangan membesar anak-anaknya tidak membuat dirinya menjauh dari Allah malah semakin mendekat diri kepada Allah memohon agar mendapatkan kekuatan, kesabaran dan pertolonganNya.

Keyakinan akan kekuatan doa itulah yang menyebabkan dirinya berkenan untuk hadir ke Rumah Amalia. Tekadnya untuk mempertahankan rumah tangga, suami dan anak-anaknya merupakan impian indah yang sangat menjadi harapan, dengan sedikit menyisihkan rizkinya untuk bershodaqoh berharap untuk mengharap keridhaan Allah agar menjaga keutuhan rumah tangganya. Perih luka dan pilu dihatinya tidak lagi bisa ditutupinya. Air matanya yang bening mengalir. Anak-anaknya berlarian tak mengerti kegalauan hatinya. Hatinya telah berserah sepenuhnya kepada Allah, apapun yang telah menjadi ketetapan Allah, dirinya menerima dengan penuh syukur. 'Apapun yang Allah telah tetapkan pada kami, ujian, cobaan adalah wujud kasih sayang Allah kepada kami.' tutur beliau. 'Saya bersyukur dengan ujian dan cobaan ini membuat saya dan anak-anak semakin mendekatkan diri kepada Allah.' lanjutnya.

Sampai pada suatu hari, ditengah kesibukannya menyelesaikan tugas kantornya tiba-tiba ada satu peristiwa yang tidak pernah diduganya sama sekali, dering hapenya berbunyi. Terdengar suara yang membuatnya terkejut tak percaya. 'Mah, maafin aku ya..aku khilaf, sudah menyakiti hatimu.' Langsung saja mematikan hapenya. Bagai tersambar petir disiang bolong, hati dan pikirannya kacau, suara itu adalah suara suaminya yang sudah setahun telah meninggalkan dirinya dan anak-anaknya. Beberapa menit kemudian hapenya berdering kembali, mengenali betul bahwa itu adalah nomor yang sama, sampai dering bunyi hapenya mati dengan sendirinya. Air matanya mengalir. Hatinya dikuatkan ketika hapenya berbunyi kembali, dengan bercampur baur semua perasaan ditumpahkan. 'Sebenarnya ayah mau apa? Setahun sudah ayah terlantarkan istri dan anak-anakmu? Minta maafmu tidak bisa menghilangkan rasa perih dihatiku dan derita anak-anakmu? Kamu kejam Mas, Kejam!' Suara itu terdengar penuh dengan isak dan tangis. Terdengar suara parau laki-laki menjawab. 'Mama, aku memang salah. aku bertaubat mah. Aku menyesal. Beri kesempatan untuk memperbaiki kesalahan menjadi ayah dan suami yang baik.' Dihatinya perih terluka, tidak ada sedikitpun tersimpan kebencian pada laki-laki yang telah menjadi suami dan ayah bagi anak-anak sekalipun telah disakiti hatinya. Lama terdiam, akhirnya dia menjawab, 'Mas, pulanglah..aku dan anak-anak merindukanmu.'

Malam itu juga suaminya pulang ke rumah. melihat ayahnya yang berpeluh air mata. Ketiga anak-anaknya segera mendekat dan tanpa disuruh mereka berpelukan dengan ayahnya, menangis sejadi-jadinya. Ayahnya meminta kepada anak-anak dan istrinya agar memaafkan dirinya. Dirinya berjanji akan lebih menyayangi keluarga dan tidak akan pergi meninggalkan rumah lagi. Pernyataan sang ayah begitu sangat tulus disambut dengan ledakan tangis ketiga anak-anaknya dan isak tangis istrinya. Malam pun berlalu dengan rentetan permintaan maaf dan peluk cium, yang saling mengasihi dan penuh kasih sayang. Begitu indahnya, mereka tentang keluarga bahagia karena cinta selalu membutuhkan pengorbanan.

'Ujian yang menimpa seseorang pada keluarga, harta, jiwa, anak dan tetangganya bisa dihilangkan dengan puasa, sholat, sedekah dan amar ma'ruf nahi mungkar.' (HR. Bukhari & Muslim).


Read more:http://agussyafii.blogspot.com/2011/08/cinta-itu-pengorbanan.html#ixzz1TqTzNZUm

Sunday, July 31, 2011

Bulan Ramadhan, Bulan Kasih Sayang

Setiap kali memasuki bulan suci Ramadhan di Jakarta setiap Masjid manapun seperti berlomba-lomba menyediakan hidangan secara gratis untuk para jamaahnya yang berpuasa. Bahkan dijalan-jalan terkadang Remaja Masjid membagikan kue atau makanan, minuman bagi pengendara untuk berbuka. Tentu saja di bulan suci Ramadhan adalah bulan kasih sayang atau istilah populernya disebut dengan al- Maidah al-Rahman. Ada sebuah semangat dibulan Ramadhan yaitu kesadaran untuk berbagi kasih sayang tentunya agak sulit ditemukan pada bulan-bulan diluar bulan Ramadhan. Wujud kasih sayang berbentuk hidangan berbuka puasa yang diberikan cuma-cuma bukan hanya di masjid, banyak individu maupun perusahaan menyalurkan shodaqohnya untuk kaum faqir miskin, anak-anak yatim maupun mereka yang membutuhkan.  Semangat ini lebih didasarkan kepada ada kasih sayang pada diri setiap insan yang menjalankan ibadah puasa.

Puasa bukan hanya menahan haus dan lapar namun juga tindakan-tindakan amal sholeh yang turut serta merasakan penderitaan orang lain. Selama bulan suci Ramadhan siapapun orangnya dengan status sosial, kedudukan dan pangkatnya harus melaksanakan ibadah puasa.  Puasa menjadi landasan kesadaran untuk menyebarkan cinta dan kasih sayang bagi sesamanya. Bulan Ramadhan senantiasa dihiasi dengan kasih sayang karena puasa menghadirkan kesabaran. Sebagaimana Sabda Baginda Nabi Muhamad SAW, 'Assyiamu nisfu sobri' berpuasa adalah sebagian dari kesabaran. Maka bagi kita yang menunaikan ibadah puasa hakekatnya untuk membangun kesabaran. Kesabaran inilah yang menjadi jati diri seorang muslim yang mampu merubah benci menjadi cinta.

Sudah sepatutnya di bulan yang suci Ramadhan, sifat-sifat  cinta dan kasih sayang pada diri kita mampu diwujudkan dalam hati dan perilaku sehari-hari. Dalam puasa merupakan arena tarbiyah Ilahiah untuk mengokohkan peradaban kesabaran. Puasa haruslah dapat mengerem pelbagai tindakan yang tidak terpuji.  Mari  dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan di bulan penuh berkah ini kita menyebarkan cinta dan kasih sayang kepada semua makhluk dimuka bumi agar puasa kita menjadi sempurna.


Read more:http://agussyafii.blogspot.com/2011/07/bulan-ramadhan-bulan-kasih-sayang.html#ixzz1TkS59Gzt


From: Mailinglist alsofwah
To: syiar-alsofwah@alsofwah.or.id


Berinteraksi Dengan Al-Qur'an

Di antara nikmat yang layak kita syukuri adalah Allah menurunkan
kepada kita al-Qur’an al-Karim, Kitab yang penuh dengan berkah. Allah
berfirman, artinya, “Ini adalah sebuah kitab yang kami turunkan
kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya
dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.”
(QS. Shad:29).

Sesungguhnya kita meyakini al-Qur’an adalah kalamullah, Kitab yang
tidak ada keraguan di dalamnya. Allah berfirman, artinya, “Itu adalah
Kitab (al-Qur’an) tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka
yang bertakwa.”  (QS. al-Baqarah: 2).

Oleh karena itu, kita diperintahkan untuk senantiasa berinteraksi
dengan al-Qur’an, agar mendapatkan pahala yang besar dan berlipat
ganda. Allah berfirman, artinya, “Sesungguhnya orang-orang yang selalu
membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian
dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan
terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan
merugi” (QS. Fathir: 29).

Ibnu Katsir menafsirkan ayat di atas, “Allah mengabarkan keadaan
hamba-hamba-Nya yang mukmin, yang membaca Kitab-Nya, beriman
dengannya, dan beramal sesuai dengan yang diperintahkan seperti
mengerjakan shalat dan menunaikan zakat.”

Rasulullah bersabda, “Orang-orang yang mahir membaca al-Qur’an akan
bersama para malaikat yang mulia yang senantiasa berbuat baik, sedang
yang membaca al-Qur’an dengan tertatih-tatih dan terasa berat, baginya
dua pahala.”  (Muttafaq ‘alaih).

Demikian juga kepada mereka yang berpaling dari al-Qur’an,
meninggalkan dan tidak mengambil manfaat darinya, diancam dengan siksa
yang amat pedih. Allah berfirman, artinya, “Dan siapakah yang lebih
zalim dari pada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat
Tuhannya lalu dia berpaling daripadanya dan melupakan apa yang telah
dikerjakan oleh kedua tangannya?”  (QS. al-Kahfi: 57).

Allah juga berfirman, artinya, “Barangsiapa yang berpaling dari
pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (al-Qur’an), kami adakan baginya
setan (yang menyesatkan) maka setan itulah yang menjadi teman yang
selalu menyertainya.”  (QS. az-Zukhruf: 36).

Di antara bentuk-bentuk interaksi dengan al-Qur’an adalah sebagai berikut:

1. Memperbanyak bacaan al-Qur’an dan secara terus-menerus.
Membaca al-Qur’an merupakan bentuk ibadah kepada Allah dan dianjurkan
agar senantiasa dilakukan, Allah berfirman, artinya, “Dan bacakanlah
apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu kitab Tuhanmu (al-Quran). Tidak
ada (seorang pun) yang dapat merubah kalimat-kalimat-Nya. Dan kamu
tidak akan dapat menemukan tempat berlindung selain dari pada-Nya.”
(QS. al-Kahfi: 27).
Allah juga berfirman, artinya, “Sesungguhnya orang-orang yang selalu
membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian
dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan
terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan
merugi; agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan
menambah kepada mereka dari karunia-Nya.”  (QS. Fathir: 29-30).
Rasulullah juga memberi dorongan untuk membaca al-Qur’an. Beliau
bersabda, “Bacalah al-Qur’an karena sesungguhnya ia akan datang
memberi syafaat pada hari kiamat bagi para pembacanya.”  (HR. Muslim).
Rasulullah dan para sahabat adalah contoh nyata, betapa mereka
senantiasa membaca al-Qur’an. Imam an-Nawawi berkata: Kaum salaf
memiliki kebiasaan yang berbeda-beda dalam menghatamkan al-Qur’an.
Ibnu Abi Daud meriwayatkan dari sebagian salaf bahwa mereka
menghatamkan al-Qur’an tiap dua bulan satu kali, yang lain tiap bulan
sekali, sebagian lagi tiap sepuluh malam, lima malam, dan seterusnya.

2. Memperbagus bacaan dan suara
Allah berfirman, artinya, “Dan bacalah al-Quran itu dengan
perlahan-lahan.”  (QS. al-Muzzammil: 4).
Rasulullah bersabda, “Baguskanlah al-Qur’an dengan suaramu, karena
suara yang bagus menambah keindahan al-Qur’an.”  (HR. an-Nasai,
ad-Darimi dan al-Hakim).
Rasulullah menekankan kepada kita untuk memperbagus bacaan dan suara,
karena hal itu menambah keindahan al-Qur’an, mudah diterima serta
meninggalkan bekas di dalam hati pendengarnya.

3. Merenungkan ketika membaca atau mendengarkannya
Allah telah mengabarkan bahwa Ia telah menurunkan al-Qur’an ini untuk
dibaca dengan perenungan dan pemahaman. Allah berfirman, artinya, “Ini
adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah
supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran
orang-orang yang mempunyai pikiran.”  (QS. Shad: 29).
Allah mengingkari orang-orang yang tidak merenungkannya seraya
berfirman, artinya, “Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Quran
ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24).
Allah juga berfirman, artinya, “Maka apakah mereka tidak memperhatikan
al-Quran? Kalau kiranya al-Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah
mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.”  (QS. an-Nisa’:
82).
Syaikh as-Sa’di berkata tentang ayat di atas: “Allah memerintahkan
agar kitab-Nya direnungkan dan diteliti maknanya dengan tajam untuk
memikirkan asas-asas, ancaman dan perintah-perintahnya.”

4. Menangis ketika membaca atau mendengarkannya
Di antara bentuk interaksi dengan al-Qur’an adalah menangis, baik
ketika membaca atau mendengarkannya, karena hal itu merupakan sifat
mukmin yang sebenarnya. Seorang mukmin ketika merenungkan ayat-ayat
al-Qur’an, ia mendapatkan sifat yang sempurna dan agung pada
Tuhan-Nya. Pada saat itu hatinya bergejolak, memuliakan Tuhannya.
Imam an-Nawawi berkata: “Menangis ketika membaca al-Qur’an merupakan
sifat orang yang telah mencapai derajat pengetahuan yang dalam dan
lambang bagi hamba-hamba Allah yang shalih.”
Allah telah memuji para nabi-Nya dan hamba-hamba-Nya yang shalih. Dia
berfirman, artinya, “Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi
nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari
orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim
dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan
telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah
kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.”
(QS. Maryam: 58)
Allah juga berfirman, artinya, “Dan apabila mereka mendengarkan apa
yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka
mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (al-Qur’an) yang telah
mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri).” (QS. al-Maidah: 83)
Dari Abdullah bin Abbas beliau berkata: “Rasulullah memerintahkanku,
‘Bacalah untukku al-Qur’an’. Aku berkata, ‘Bagaimana aku akan
membacakan untukmu, padahal al-Qur’an diturunkan kepadamu?’ Rasul
menjawab, ‘Ya, (tetapi) aku ingin mendengarnya dari selainku.’” Maka
aku membaca surat an-Nisa’ hingga sampai pada ayat:
فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ
عَلَى هَؤُلَاءِ شَهِيدًا
“Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami
mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami
mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai
umatmu” (QS. an-Nisa’: 41)
Beliau bersabda, “Cukup!” dan kedua mata beliau menangis. (HR. al-Bukhari)

5. Beramal

Aspek paling agung dalam berinteraksi dengan al-Qur’an dan bukti
keimanan yang paling tinggi adalah mengamalkannya. Allah berfirman,
artinya,
“Orang-orang yang telah Kami berikan al-Kitab kepadanya, mereka
membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman
kepadanya.”{/i] (QS. Al-Baqarah: 121)
Demikian beberapa bentuk interaksi dengan al-Qur’an semoga kita
termasuk orang-orang yang dimudahkan untuk berinteraksi dengan
al-Qur’an, amien… Wallahu a’lam bish shawab.
(Redaksi)

[Sumber:
“Interaksi Dengan Al-Qur’an,” Dr. Hafizh bin Muhammad al-Hikami, Darul
Haq, dengan sedikit perubahan]

Wassalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakatuh

---------------------------------------------------------------------

dari: YAYASAN AL-SOFWA Jakarta


Menyambut Bulan Suci Ramadhan

By: M. Agus Syafii

Beberapa hari ini Di Rumah Amalia ada perbincangan hangat buat kami yaitu menyambut bulan suci Ramadhan. Wajah anak-anak Amalia terlihat gembira, sudah terbayang bulan suci Ramadhan dengan puasa dan sholat tarawih. 'Wah, asyik ya sebentar lagi bulan Ramadhan,' kata Malini. 'Iya asyik, abis itu lebaran pake baju baru..' jawab Andre. Disambut senyuman teman2nya. Saya teringat bahwasanya Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa Salam bersabda.

Sesungguhnya telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh keberkahan. Allah telah menetapkan kewajiban puasa kepada kalian, di dalam bulan Ramadhan dibuka pintu surga dan dikunci segala pintu neraka serta dibelenggu semua setan. Di dalam bulan Ramadhan ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa yang tidak diberi keberkahan pada malam itu maka berarti dia tidak akan mendapatkan keberkahan (HR. Ahmad & an-Nasai).

Berdasarkan hadist diatas tentang kemuliaan da keistimewaan serta keberkahan bulan Ramadhan maka kita dianjurkan untuk tahniah, memberi ucapan selamat datang bulan suci Ramadhan. Di dalam hadist yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, disaat Nabi melihat hilal Ramadhan Nabi membaca doa menyambut Bulan Suci Ramadhan.  Doa Menyambut Bulan Suci Ramadhan: Allahuma ahillahu 'alainaa bil yumni wal iimaani wassalaamati wal islaami robbi warobbukallah. Artinya, Ya Allah yang telah menetapkan hilal kepada kami dengan aman, iman, selamat dan Islam Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah, hilal yang baik & benar (HR. at-Tirmidzi).

Wassalam,
M. Agus Syafii